
Kompleksitas Persepsi Warna Batu Permata
Me-ji-ku-hi-bi-ni-u. Akronim yang terdengar seperti bahasa Jepang itu hampir pasti merupakan pengalaman pertama Anda dalam mengenal warna. Seiring bertambahnya usia, referensi kita mengenal warna akan semakin bertambah. Namun bagaimanapun kita adalah manusia yang hanya mampu menangkap sebagian kecil warna yang ada di bumi. Mata dan otak kita dalam kondisi normal bisa membedakan 10 juta warna dari jumlah seluruh warna yang dipercaya hampur tanpa batas, karena berhubungan dengan sifat-sifat material objek, kemampuannya menyerap dan memantulkan cahaya serta emisi spektrumnya. Layar komputer yang tercanggihpun hanya mampu menampilkan sekitar 16 juta warna. Sedangkan variasi warna pada batu permata belum pernah ada yang mampu menghitungnya. Yang jelas pasti juah lebih banyak daripada jumlah varitas batu mulia sendiri.Secara ilmiah, warna adalah spektrum cahaya yang dihasilkan dari distribusi intensitas cahaya dan panjang gelombang, yang kemudian ditangkap oleh sensor penangkap cahaya retina mata kita. Selanjutnya, otak menginterpretasikan warna tersebut berdasarkan referensi nama warna yang kita kenal. Kemampuan manusia dalam melihat warna sangat tergantung dari sensitivitas retina dan referensi warna didalam otak. Sebagian orang tidak sempurna dalam mencerna warna. Keterbatasan dalam membedakan warna dikenal dengan color deficiency syndrome atau yang lebih parah lagi color blind ( buta warna ). Mengingat komunitas kita bukan kumpulan para dokter, maka kita akan mengaitkan pembahasan warna dengan dunia kita, dunia perbatuan.
Tidak seperti berlian, yang nilainya semakin tinggi ketika tidak ada warna lain yang mempengaruhinya ( colorless ), warna pada batu mulia ( colored stone ) seperti sapphire, ruby, emerald dan seterusnya, menjadi unsur yang terpenting. Semakin intens warnanya, maka nilai batuan tersebut akan semakin tinggi. Warna-warna primer seperti merah, biru, kuning dan campuran warna primer seperti hijau, orange, ungu menjadi prioritas utama orang dalam berburu batu mulia. Disisi lain, ketersediaan batuan dengan intensitas warna yang demikian tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasar, sehingga sebagian orang harus beralih ke batuan dengan warna yang lebih rendah - dari segi ketajaman dan saturasinya, atau memilih batu yang sudah melalui rekayasa warna.
Antusiasme pasar dalam berburu batu permata dengan warna terbaik memicu munculnya istilah-istilah dagang untuk menggambarkan atau mendongkrak warna btuan. Istilah-istilah seperti royal blue, cornflower blue, pigeon's blood red, london blue, canary yellow, emerald green, dan masih banyak lagi yang memang bisa memperkaya referensi kita tentang kategory warna batu mulia, meskipun pada kenyataannya warna tersebut masih terkesan inkonsisten dan range warnanya masih cukup lebar. Penentuan warna sejatinya merupakan ranah gemstone grading ( penentuan kualitas batuan ), bersama-sama dengan kualifikasi clarity ( kejernihan ), dan cut ( kualitas gosokan ). Konsistensi warna bisa didapat dengan pengukuran kuantitatif menggunakan color grading master dan colorimeter. Apabila hanya mengandalkan mata dan memory, kita hampir tidak mungkin bisa mendefisinikan warna secara tepat. Hampir sama tidak mungkinnya dengan kita bisa menggambar lingkaran tepat tanpa jangka dipapan tulis.
Mengenai teori warna ini, saya selalu merujuk ke analogi yang biasa terjadi sehari-hari. Suatu ketika saya meminta tukang saya membeli lagi cat warna putih untuk melanjutkan pengecetan tembok di laboratorium saya. Saat kembali melanjutkan dengan pengecetan,k ternyata hasilnya belang. Bukankah catnya sama-sama warna putih ? Ternyata kalau kita lihat di katalog cat tembok, ada bermacam-macam warna putih, mulai dari brilliant white, bright white, super white hingga off white. Itu baru warna putih, belum yang lainnya yang tentu perpaduannya lebih banyak.. Kompleksitas warna pada batu mulia sepertinya menjadi bahasan yang tidak kunjung akhir. Perdebatan tentang warna ( yang tidak terukur ) juga terjadi di dunia internasional, seperti misalnya sampai dimana batasan warna antara pink sapphire dan ruby, green beryl dan emerald atau aquamarine dan maxixe beryl. Meskipun secara tegas definisinya ditentukan, namun batsan tersebut hanya ditentukan melalui istilah tone, seperti very light, medium light, very light atau medium saja, tanpa menyebutkan ordinat warna yang lebih srict. Belum lagi masalah color shift dan color change yang meskipun telah dipelajari dalam gemologi, namun kenyataannya tidak bisa terstandart. Zircon misalnya. Sebagian gemologi menganggap bahwa perubahan warna pada zircon tidak bisa dikategorikan sebagai fenomena color change karena serapan spektrum zircon dipolarisasikan hampir ke seluruh area spektrum visible ( 400-700 nanometer ). sehingga garis-garis sperktrumnya terlihat seperti jeruji-jeruji penjara.
Fenomena perubahan warna batu mulia bisa terjadi karena dilihat dari sudut pandang yang berbeda ( pleochrpism ) seperti pada Chrysoberyl, Andalusite, Tourmaline, Diaspore, Tanzanite, Iloite dan sebagainya.
Bersambung
Artikelnya dilanjut besuk yaa, capek nih

Tidak ada komentar:
Posting Komentar